Tak Hanya Uang Rp20,74 Miliar, 'Rumah Hantu' yang Ditempati Dirjen Hubla Juga Memiliki Hal Beginian
Tribunnews.com | Sepi dan kumuh. Itulah kesan yang muncul saat melihat Mess Perwira Bahtera Suaka, Jakarta Pusat. Di mess inilah Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Antonius Tonny Budiono alias ATB menaruh barang berharga dan uang diduga hasil suap mencapai Rp 20,74 miliar.
Suap diduga terkait proyek pengerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah. Uang suap diberikan dari Komisaris PT Adhi Guna Keruktama, Adiputra Kurniawan. Petugas KPK menemukan barang bukti berupa 33 tas dan koper berisi uang dalam bentuk mata uang rupiah, dollar AS, poundsterling, euro dan ringgit Malaysia, di rumah Mess perwira yang terlihat sepi dan kotor bak 'rumah hantu'.
Setelah petugas menghitung, total nilai uang di tas dan koper-koper mencapai Rp 18,9 miliar. Selain itu, juga ditemukan empat kartu ATM dari tiga bank dengan saldo Rp 1,174 miliar.
Berdasarkan pemantauan pada Jumat (25/8/2017), Mess Perwira Bahtera Suaka merupakan tempat tinggal bagi pegawai di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan yang didirikan sejak 7 Mei 1985.
Sekarang, mayoritas dari para pemilik rumah sudah meninggalkan lokasi itu karena pensiun. Hanya beberapa tempat tinggal yang masih dipergunakan.
Sehingga, menimbulkan kesan sepi termasuk ketika siang hari. Selain itu, kondisi lingkungan dan rumah tempat tinggal itu kotor dan kumuh.
Mess hubla
Rumah tempat tinggal itu lebih mirip rumah Rusun. Namun, karena sudah lebih dari 30 tahun tidak diperbaiki, maka terlihat sudah mulai rusak. Cat berwarna kuning sudah mulai mengelupas. Sementara itu, atap rumah sebagian sudah bolong.
Tidak ada petugas keamanan yang berjaga di tempat itu. Sebuah posko keamanan di bagian depan komplek Mess Perwira Bahtera Suaka dibiarkan kosong. Sehingga, tidak ada yang mengawasi aktivitas warga, terlebih ketika malam hari.
"Situasi di sini sepi. Rata-rata yang tinggal di sini pensiunan. Hanya beberapa orang saja yang masih aktif (bekerja,-red)" ujar salah seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya, kepada wartawan, Jumat (25/8/2017).
ATB menempati rumah bernomor Blok B Lantai 1 di ruangan 2. Rumah itu bertipe 45 memiliki dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan ruang tamu yang menjadi satu dengan ruang makan.
Rumah berada di tengah-tengah berdampingan dengan rumah lainnya. Namun, rumah di sisi kanan dan kiri maupun di bagian depan tidak ada orang yang menempati. Rumah susun itu terdiri dari tiga lantai.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Antonius Tonny Budiono alias ATB memanfaatkan Mess Perwira Bahtera Suaka, Jakarta Pusat untuk menaruh barang berharga dan uang diduga hasil suap mencapai Rp 20,74 miliar.
Ketua RT/RW 004/01 Kelurahan Gunung Sahari, Suroto, mengatakan setiap Senin sampai Jumat, ATB, tinggal di rumah dinasnya itu.
Sementara, pada hari Sabtu, dia ke rumah pribadi di Bintaro, tinggal bersama anak-anaknya.
Namun, warga sekitar jarang bertemu dengan ATB. Hal ini karena, dia terkadang pulang ke rumah pada malam hari, tetapi juga terlihat oleh warga pada siang hari.
Kepada warga, dia beralasan sibuk bekerja sehingga terlihat jarang di rumah.
Terutama lima bulan terakhir setelah istrinya, Sri Lasmani, meninggal dunia karena sakit.
Praktis, selama beberapa bulan ini, dia tinggal seorang diri di tempat itu. Untuk kendaraan operasional, dia lebih memilih naik taksi.
"Senin malam sampai Jumat malam di sini. Sabtu di rumah Bintaro. Pulang kadang sore kadang malam. Pernah saya ketemu jam 12 malam," tutur Suroto.
Selama tinggal di tempat itu sejak 1986, dia mengenal ATB sebagai orang baik dan dermawan.
Dia tak menaruh curiga kepada ayah dua orang anak itu. Tetapi, ada satu kejanggalan, di mana ATB meminta supaya tak menerima tamu di rumah.
"Saya tidak tahu. Pak Toni tidak mau menerima tamu di rumah," kata dia.
KPK Temukan Keris dan Batu Akik
Untuk mencari barang bukti tambahan terkait kasus suap, penyidik KPK menggeledah kembali kediaman ATB.
Menurut Suroto, sebanyak delapan petugas KPK didampingi aparat kepolisian menggeledah tempat itu pada Jumat sekitar pukul 05.00 WIB.
Sebelum penggeledahan dilakukan, dia bersama para penyidik sempat melaksanakan ibadah Shalat Subuh berjamaah di musala yang letaknya tidak jauh dari kediaman ATB.
Penggeledahan berlangsung selama empat jam.
"Setelah shalat subuh baru digeledah. Perempuan empat orang. Laki-laki empat orang. Polisi dua," jelasnya.
Suroto menyaksikan secara langsung penggeledahan itu. Dia melihat keadaan rumah dari ATB yang berantakan. Sejumlah pakaian menumpuk di atas tempat tidur.
Dia menjelaskan, di depan pintu ada tumpukan kardus. Kardus-kardus berisi buku dan barang-barang menumpuk tidak beraturan. Ada meja CPU, printer, dan koper.
Dari penggeledahan itu, penyidik turut menyita sekitar empat keris, 10 cincin, sejumlah berkas, pulpen, dan satu tombak yang diduga sebagai cinderamata atau tombak.
"Barang-barang yang berharga, batu (akik,-red), cincin, jam, buku tabungan, keris, kertas transparan," ulasnya.
Setelah melakukan penggeledahan di tempat itu, petugas KPK mencabut pita berwarna merah yang diletakkan di depan rumah. Pintu rumah itu juga dikunci.
"Sekarang segel dah dicopot karena sudah dibawa semua. Kunci dibawa KPK," tambahnya
Suap diduga terkait proyek pengerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah. Uang suap diberikan dari Komisaris PT Adhi Guna Keruktama, Adiputra Kurniawan. Petugas KPK menemukan barang bukti berupa 33 tas dan koper berisi uang dalam bentuk mata uang rupiah, dollar AS, poundsterling, euro dan ringgit Malaysia, di rumah Mess perwira yang terlihat sepi dan kotor bak 'rumah hantu'.
Setelah petugas menghitung, total nilai uang di tas dan koper-koper mencapai Rp 18,9 miliar. Selain itu, juga ditemukan empat kartu ATM dari tiga bank dengan saldo Rp 1,174 miliar.
Berdasarkan pemantauan pada Jumat (25/8/2017), Mess Perwira Bahtera Suaka merupakan tempat tinggal bagi pegawai di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan yang didirikan sejak 7 Mei 1985.
Sekarang, mayoritas dari para pemilik rumah sudah meninggalkan lokasi itu karena pensiun. Hanya beberapa tempat tinggal yang masih dipergunakan.
Sehingga, menimbulkan kesan sepi termasuk ketika siang hari. Selain itu, kondisi lingkungan dan rumah tempat tinggal itu kotor dan kumuh.
Mess hubla
Rumah tempat tinggal itu lebih mirip rumah Rusun. Namun, karena sudah lebih dari 30 tahun tidak diperbaiki, maka terlihat sudah mulai rusak. Cat berwarna kuning sudah mulai mengelupas. Sementara itu, atap rumah sebagian sudah bolong.
Tidak ada petugas keamanan yang berjaga di tempat itu. Sebuah posko keamanan di bagian depan komplek Mess Perwira Bahtera Suaka dibiarkan kosong. Sehingga, tidak ada yang mengawasi aktivitas warga, terlebih ketika malam hari.
"Situasi di sini sepi. Rata-rata yang tinggal di sini pensiunan. Hanya beberapa orang saja yang masih aktif (bekerja,-red)" ujar salah seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya, kepada wartawan, Jumat (25/8/2017).
ATB menempati rumah bernomor Blok B Lantai 1 di ruangan 2. Rumah itu bertipe 45 memiliki dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan ruang tamu yang menjadi satu dengan ruang makan.
Rumah berada di tengah-tengah berdampingan dengan rumah lainnya. Namun, rumah di sisi kanan dan kiri maupun di bagian depan tidak ada orang yang menempati. Rumah susun itu terdiri dari tiga lantai.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Antonius Tonny Budiono alias ATB memanfaatkan Mess Perwira Bahtera Suaka, Jakarta Pusat untuk menaruh barang berharga dan uang diduga hasil suap mencapai Rp 20,74 miliar.
Ketua RT/RW 004/01 Kelurahan Gunung Sahari, Suroto, mengatakan setiap Senin sampai Jumat, ATB, tinggal di rumah dinasnya itu.
Sementara, pada hari Sabtu, dia ke rumah pribadi di Bintaro, tinggal bersama anak-anaknya.
Namun, warga sekitar jarang bertemu dengan ATB. Hal ini karena, dia terkadang pulang ke rumah pada malam hari, tetapi juga terlihat oleh warga pada siang hari.
Kepada warga, dia beralasan sibuk bekerja sehingga terlihat jarang di rumah.
Terutama lima bulan terakhir setelah istrinya, Sri Lasmani, meninggal dunia karena sakit.
Praktis, selama beberapa bulan ini, dia tinggal seorang diri di tempat itu. Untuk kendaraan operasional, dia lebih memilih naik taksi.
"Senin malam sampai Jumat malam di sini. Sabtu di rumah Bintaro. Pulang kadang sore kadang malam. Pernah saya ketemu jam 12 malam," tutur Suroto.
Selama tinggal di tempat itu sejak 1986, dia mengenal ATB sebagai orang baik dan dermawan.
Dia tak menaruh curiga kepada ayah dua orang anak itu. Tetapi, ada satu kejanggalan, di mana ATB meminta supaya tak menerima tamu di rumah.
"Saya tidak tahu. Pak Toni tidak mau menerima tamu di rumah," kata dia.
KPK Temukan Keris dan Batu Akik
Untuk mencari barang bukti tambahan terkait kasus suap, penyidik KPK menggeledah kembali kediaman ATB.
Menurut Suroto, sebanyak delapan petugas KPK didampingi aparat kepolisian menggeledah tempat itu pada Jumat sekitar pukul 05.00 WIB.
Sebelum penggeledahan dilakukan, dia bersama para penyidik sempat melaksanakan ibadah Shalat Subuh berjamaah di musala yang letaknya tidak jauh dari kediaman ATB.
Penggeledahan berlangsung selama empat jam.
"Setelah shalat subuh baru digeledah. Perempuan empat orang. Laki-laki empat orang. Polisi dua," jelasnya.
Suroto menyaksikan secara langsung penggeledahan itu. Dia melihat keadaan rumah dari ATB yang berantakan. Sejumlah pakaian menumpuk di atas tempat tidur.
Dia menjelaskan, di depan pintu ada tumpukan kardus. Kardus-kardus berisi buku dan barang-barang menumpuk tidak beraturan. Ada meja CPU, printer, dan koper.
Dari penggeledahan itu, penyidik turut menyita sekitar empat keris, 10 cincin, sejumlah berkas, pulpen, dan satu tombak yang diduga sebagai cinderamata atau tombak.
"Barang-barang yang berharga, batu (akik,-red), cincin, jam, buku tabungan, keris, kertas transparan," ulasnya.
Setelah melakukan penggeledahan di tempat itu, petugas KPK mencabut pita berwarna merah yang diletakkan di depan rumah. Pintu rumah itu juga dikunci.
"Sekarang segel dah dicopot karena sudah dibawa semua. Kunci dibawa KPK," tambahnya