Korban First Travel terancam hanya dibayar ganti rugi 200 ribu
Riesqi Rahmadiansyah, salah satu pengacara jemaah mengungkapkan bahwa jemaah akan menjadi pihak yang sangat dirugikan jika First Travel pailit. Dengan demikian, proposal perdamaian yang diajukan oleh First Travel dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dinilai mekanisme paling mudah bagi perusahaan milik Andika Surachman itu untuk cuci tangan.
“Jangan sampai, kalau sampai FT mati (pailit,Red), siapa yang mau tanggung jawab uang Jemaah?” kata Riesqi di Komisi VIII DPR Kemarin (12/10). Riesqi menjelaskan, dalam sistem PKPU, jika suatu perusahaan pailit ada beberapa jenis kreditur yang akan menerima tagihan utang.
Yakni kreditur preference, kreditur separatis, dan kreditur kongkuren. “Jamaah itu posisinya ada di kreditur konkuren,” kata Riesqi. Jika FT Pailit, maka prioritas pembayaran utang perusahaan pertama akan masuk ke kreditur preferen, seperti gaji pegawai dan utang perusahaan.
Prioritas kedua adalah ke kreditur separatis, yakni yang memegang hak tanggungan atas aset perusahaan. Riesqi mencontohkan Pengusaha asal Mesir Ahmes Saber Amin yang mengaku bahwa FT punya hutang padanya sekitar2 juta USD.
Dalam UU PKPU, Ahmes disebut kreditur separatis. Jika FT Pailit, likuidasi aset akan diprioritaskan untuk membayar utang padanya. Terlebih lagi, setiap hutang yang besar, FT harus menjaminkan sesuatu. Sehingga jika terjadi kepailitan, aset penjamin otomatis jatuh ke tangan pemilik hak tanggungan.
“Masak hutang 2 juta dolar tidak pakai jaminan, itu rumah-rumah mewah itu sudah dijaminkan semua,” kata Riesqi.
Jika disimulasikan, saat ini tagihan utang FT mencapai Rp 200 miliar. Jika FT pailit, pertama akan dilakukan untuk membayar hutang-hutang perusahaan, kemudian biaya PKPU yang diperkirakan mencapai hingga Rp 7 miliar.
Lantas baru membayar gaji pegawai yang sudah 6 bulan menunggak. Dalam hitungan Riesqi, paling-paling hanya ada jatah Rp 10 miliar untuk membayar hutang ke jamaah. Jika Rp 10 miliar dibagikan pada 59 ribu jamaah korban FT, maka diperkirakan masing-masing jamaah hanya akan mendapatkan Rp 200 ribu.
“Itu buat masuk Dufan aja nggak cukup, makanya saya bilang jamaah cuma dapat kotoran aja,” katanya.
Untuk itu menurut Riesqi, langkah terbaik saat ini adalah meyakinkan Jamaah dalam voting untuk menerima proposal perdamaian yang diajukan oleh FT. ( JPNN.com )
“Jangan sampai, kalau sampai FT mati (pailit,Red), siapa yang mau tanggung jawab uang Jemaah?” kata Riesqi di Komisi VIII DPR Kemarin (12/10). Riesqi menjelaskan, dalam sistem PKPU, jika suatu perusahaan pailit ada beberapa jenis kreditur yang akan menerima tagihan utang.
Yakni kreditur preference, kreditur separatis, dan kreditur kongkuren. “Jamaah itu posisinya ada di kreditur konkuren,” kata Riesqi. Jika FT Pailit, maka prioritas pembayaran utang perusahaan pertama akan masuk ke kreditur preferen, seperti gaji pegawai dan utang perusahaan.
Prioritas kedua adalah ke kreditur separatis, yakni yang memegang hak tanggungan atas aset perusahaan. Riesqi mencontohkan Pengusaha asal Mesir Ahmes Saber Amin yang mengaku bahwa FT punya hutang padanya sekitar2 juta USD.
Dalam UU PKPU, Ahmes disebut kreditur separatis. Jika FT Pailit, likuidasi aset akan diprioritaskan untuk membayar utang padanya. Terlebih lagi, setiap hutang yang besar, FT harus menjaminkan sesuatu. Sehingga jika terjadi kepailitan, aset penjamin otomatis jatuh ke tangan pemilik hak tanggungan.
“Masak hutang 2 juta dolar tidak pakai jaminan, itu rumah-rumah mewah itu sudah dijaminkan semua,” kata Riesqi.
Jika disimulasikan, saat ini tagihan utang FT mencapai Rp 200 miliar. Jika FT pailit, pertama akan dilakukan untuk membayar hutang-hutang perusahaan, kemudian biaya PKPU yang diperkirakan mencapai hingga Rp 7 miliar.
Lantas baru membayar gaji pegawai yang sudah 6 bulan menunggak. Dalam hitungan Riesqi, paling-paling hanya ada jatah Rp 10 miliar untuk membayar hutang ke jamaah. Jika Rp 10 miliar dibagikan pada 59 ribu jamaah korban FT, maka diperkirakan masing-masing jamaah hanya akan mendapatkan Rp 200 ribu.
“Itu buat masuk Dufan aja nggak cukup, makanya saya bilang jamaah cuma dapat kotoran aja,” katanya.
Untuk itu menurut Riesqi, langkah terbaik saat ini adalah meyakinkan Jamaah dalam voting untuk menerima proposal perdamaian yang diajukan oleh FT. ( JPNN.com )