Misi berbahaya militer elit Indonesia tembak mati presiden Nicola Lebato - Khazahk.com
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Misi berbahaya militer elit Indonesia tembak mati presiden Nicola Lebato

"Tangkap Nicolao Lobato, hidup atau mati!"

Perintah itu tegas diberikan Panglima TNI Jenderal M Jusuf pada Brigjen Dading Kalbuadi, komandan operasi pemulihan keamanan Timor Timur.

Nicolao Dos Reis Lobato adalah Presiden Frente Revolucionria de Timor-Leste Independente atau Fretilin. Kelompok bersenjata yang terus melakukan perlawanan pada tentara Indonesia di Timor Timur.

Anggota Fretilin kebanyakan adalah mantan tentara Tropas, pasukan lokal semasa Timor Timur dijajah Portugis. Ada juga gerilyawan lokal yang bergabung. Mereka sangat menguasai medan dan mempunyai kemampuan menembak yang baik. Taktik hit and run serta perang gerilya yang diterapkan Fretilin benar-benar membuat TNI kerepotan.

Maka untuk melemahkan semangat juang Fretilin, pemimpin mereka harus ditangkap. Kolonel Dading Kalbuadi menjawab perintah itu dengan membentuk pasukan air mobile atau mobile udara pertama di tubuh TNI. Demikian dikisahkan dalam buku biografi Jenderal M Jusuf Panglima Para Prajurit yang ditulis Atmadji Sumarkidjo dan diterbitkan Hasta Pustaka tahun 2006.

Pasukan gabungan yang diberi nama Batalyon Parikesit ini berisikan pasukan elite dari Kopassus, Marinir dan Kopasgat. Mereka dilatih khusus di pusat pendidikan Kopassus di Batujajar, Bandung. Konsep mobile udara ini sendiri dikembangkan tentara AS semasa perang Vietnam.

Batalyon Parikesit memburu Lobato dengan dua helikopter SA-330 Puma milik TNI AU. Setiap ada info, pasukan akan diterbangkan helikopter ke lokasi terdekat. Mereka akan turun menggunakan tali atau melompat dengan gesit dari helikopter untuk kemudian mengejar Lobato.


Tahun 1978 tim mobile udara turun untuk pertama kali di wilayah Laklobar dan Soibada. Pergerakan mereka terbukti efektif menekan lawan. Suara helikopter yang menderu-deru di perbukitan juga menjadi pukulan psikologis bagi pasukan pengawal Lobato.

Di darat, ada pasukan elite Nanggala-28 pimpinan Kapten Prabowo Subianto yang bertugas menjepit pasukan Lobato. Tak cuma beranggotakan personel Kopassus, sejumlah partisan lokal juga bergabung dengan tim Prabowo. Mereka dikenal sebagai pencari jejak yang tangguh di medan tempur.

Lalu ada satu Kompi Yonif Linud 700 Kodam XIV dan satu kompi Yonif Linud 401 Banteng Raiders dari Kodam Diponegoro.

Yang tak kalah gigih adalah Batalyon 744 pimpinan Mayor Yunus Yosfiah. Anggotanya semua putera asli Timor Timur yang masih muda dan memiliki semangat tempur tinggi. Mereka memburu Lobato di sekitar wilayah Maubisse Kecil.


Tanggal 30 Desember 1978 dini hari, Kapten Prabowo melapor pada Mayor Yusuf Yosfiah anggota partisannya ada yang melihat pergerakan sejumlah besar pasukan Fretilin ke arah selatan. Diduga kuat Lobato ada di tengah-tengah mereka.

Laporan ini diteruskan pada Komandan Resimen Pertempuran Kolonel Sahala Radjagukguk yang langsung memerintahkan pengepungan diperketat.

Kapten Prabowo diberi tugas mengkoordinasi pengepungan dengan seluruh kekuatan yang ada di sektor tengah tersebut.

Pasukan Nanggala bergerak cepat menyergap pasukan pengawal Lobato. Baku tembak sengit segera terjadi. Sejumlah pengawal Lobato tewas dalam penyergapan ini, namun sang presiden Fretilin menolak menyerah.

Dengan sisa-sisa pengawal yang tersisa Lobato mencoba lari. Namun nahas, mereka dihadang oleh Pasukan Yonif 744 tanggal 31 Desember 1978. Pertempuran jarak dekat terjadi. Lobato tewas ditembak oleh Sersan Satu Jacobus Maradebo, seorang prajurit asli Timor Timur. Peluru itu tepat bersarang di dada Lobato. Ada juga yang mengatakan Lobato tertembak di perut.

Setelah dipastikan jika yang tewas adalah Nicolao Lobato, tim segera memberikan laporan pada Panglima ABRI Jenderal M Jusuf yang langsung meneruskannya pada Presiden Soeharto.

Jenderal Jusuf langsung terbang ke Dili untuk menyaksikan jenazah Lobato. Dia juga terbang ke lokasi pasukan Nanggala dan 744 berada. Secara khusus Jenderal Jusuf memberikan ucapan selamat pada Sertu Jacobus Maradebo atas prestasinya.

Inilah puncak pencapaian operasi militer TNI di Timor Timur. Semua personel yang terlibat dalam misi itu mendapat kenaikan pangkat luar biasa.

Kelak setelah Timor Leste merdeka, Nicolao Lobato diangkat menjadi pahlawan nasional. Namanya diabadikan sebagai nama lapangan terbang internasional di Kota Dili. Patungnya menenteng senjata dan mengibarkan bendera Timor Leste berdiri gagah di ibu kota negara tersebut.

Namun tak diketahui hingga kini dimana jenazah Nicolao Lobato setelah dibawa ke Jakarta. Jenderal (Purn) Agum Gumelar sempat memimpin Tim Pencari Fakta untuk mencari jenazah Lobato. Namun belum diketahui hasilnya.

Ada juga yang menyebut jenazah Lobato dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta di deretan Pahlawan Tak Dikenal. Tak ada kepastian soal itu. ( merdeka.com )